Harga CPO Naik, Kinerja Kian Subur

Harga CPO Naik, Kinerja Kian Subur

JAKARTA. Kenaikan harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah menyelamatkan kinerja sektor perkebunan. Meski begitu, permintaan CPO masih tercatat turun selama pandemi.

Jumat (7/9), harga CPO kontrak pengiriman November di Malaysia Derivatives Exchange menurun 1,94% ke RM 2.835 per ton. Penurunan tersebut terjadi setelah di Kamis (6/9), harga CPO sempat menyentuh rekor harga tertinggi tujuh bulan terakhir di RM 2.891 per ton.

Michael Filbery, Analis Phillip Sekuritas Indonesia, menjelaskan, harga CPO melambung karena cadangan CPO global menurun sejak awal tahun. Penurunan cadangan ini terjadi akibat panen terganggu cuaca panas ekstrem di tahun lalu yang berimplikasi hingga tahun ini.

Tertolong kenaikan harga CPO tersebut, kinerja emiten sektor perkebunan berhasil tetap tumbuh di tengah pandemi. Berdasarkan data yang dihimpun KONTAN, 10 emiten penghasil CPO mencetak rata-rata pertumbuhan pendapatan 17,8% year on year {yoy) sepanjang semester 1-2020.

Padahal, sejak pandemi, permintaan CPO juga sempat turun. “Ekspor CPO dalam satu dekade terakhir cenderung tumbuh, tetapi di semester 1-2020 permintaan CPO sempat menurun,” kata Michael, Jumat (7/9).

Di sisi lain, Michael menilai sektor perkebunan termasuk sektor yang defensif di tengah pandemi. Meski permintaan CPO menurun, tetapi konsumsi produk turunan CPO, seperti oleochemicals justru meningkat. Ini terjadi seiring kebutuhan bahan pembuat disinfektan selama pandemi juga meningkat.

Michael memperkirakan, jika pandemi selesai, maka ekspor emiten perkebunan bisa kembali naik dan lancar. Sentimen negatif seperti proses gugatan Indonesia ke Uni Eropa (UE), terkait kebyakan diskriminatif terhadap sawit Indonesia, juga tidak akan berpengaruh besar pada kinerja emiten sektor perkebunan. Michael memperkirakan, ekspor ke UE yang turun bisa diatasi dengan kenaikan permintaan di dalam negeri akibat pemakaian biodiesel.

Meilki Darmawan, Analis NH Korindo Sekuritas, menambahkan, persoalan dengan Uni Eropa berpotensi mempengaruhi harga saham emiten CPO dalam jangka pendek. Namun, Meilki yakin gugatan tersebut tidak akan berpengaruh pada fundamental para emiten kebun.

Meilki menilai, operasional emiten hingga kuartal III-2020 terus mengalami peningkatan dan tidak mendapat gangguan dari sentimen tersebut. Jadi untuk jangka panjang, investor tidak perlu ragu untuk tetap berinvestasi di saham sektor CPO,” kata dia

Sementara, target rata-rata harga CPO yang Meilki tetapkan di tahun ini sudah terlampaui. Sebelumnya, Meilki mengestimasi harga rata-rata CPO tahun ini di RM 2.320 per metrik ton. Sementara, secara year to date (ytd) harga rata-rata CPO sudah mencapai RM 2.430 per ton.

Masih rentan

Meilki memperkirakan, rata-rata harga jual CPO berpotensi naik 10%-20% secara tahunan untuk masih-masing emiten sektor ini. Alhasil, Meilki optimistis, hingga kuartal IH-2020 terlewati, emiten sektor perkebunan masih bisa mencatatkan kenaikan kinerja.

Namun, investor disarankan mewaspadai sentimen negatif yang bisa muncul di kemudian hari, seperti dampak lanjutan dari pandemi. “Pertumbuhan permintaan CPO masih rentan selama pandemi dan potensi harga CPO berbalik turun masih ada,” kata Michael. Selain itu, efek sisa badai el nino tahun lalu bisa mempengaruhi produksi ke depan.

Meilki menambahkan sentimen yang perlu investor perhatikan untuk sektor ini adalah potensi peningkatan simpanan dari Indonesia dan Malaysia di kuartal IV-2020. Jika peningkatan stok CPO terjadi, harga CPO berpotensi bergerak stagnan.

Di antara emiten perkebunan, Michael menjagokan PTAstra Agro Lestari(AALI), karena memiliki bisnis yang
terintegrasi dari hulu hingga hilir. Selain itu, fokus AALI melakukan re-planting ke depannya akan positif dan membuat umur rata-rata pertumbuhan lebih cepat.

Sementara, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony melihat PT PP London Sumatra Indonesia (LSIP) paling menarik di antara emiten perkebunan lain. Alasannya, perusahaan ini masih mencetak laba di tengah kondisi harga CPO sempat berada di level rendah. Chris juga melihat beban utang LSIP termasuk rendah.

Sementara, Meilki merekomendasikan buy untuk AALI dan LSIP karena saham kedua perusahaan ini likuid dibanding lainnya. Selain itu, laba bersih keduanya juga solid. Target harga AALI Rp 14.200, sementaia LSIP Rp 1.200.

 

Sumber: Harian Kontan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *